Ah, ni lagi. Ada Kisah Pernikahan Rasulullah dan Siti Khadijah
Ini Sangat Mengharukan. Dari situ kita bisa belajar lagi bagaimana
perempuan boleh lebih dahulu melamar sosok lelaki shalih yang menjadi
idamannnya. Yuk kita simak:
“Sebenarnya ia orang biasa,” kata perempuan mulia itu. Dr Thaha Husain menuliskan fragmen ini dalam saduran kisahnya yang dinukil oleh Saefulloh Muhammad Satori dalam Romantika Rumah Tangga Nabi. Perempuan mulia ini bernama Khadijah binti Khuwailid. Sedangkan orang yang dibicarakannya adalah Muhammad bin Abdullah yang kala itu berusia sekitar dua puluh lima tahun. “Saya kenal ibunya. Saya kenal ayahnya, dan saya turut hadir pada waktu ia baru lahir,” terangnya.
Dalam pandangan Khadijah, sosok
Muhammad muda adalah sosok dengan kebaikan yang melimpah, kewibawaan
lelaki, kepercayaan amanah, dan pesona jiwa yang tak mampu
tersembunyikan oleh kerasnya hidup yang dilaluinya. Sebentuk empati pada
Muhammad muda menunas di hatinya. Segala kabar miring yang pernah
didengarnya dari orang-orang yang mengatakan bahwa kedudukan Muhammad
hanyalah seorang penggembala kambing penduduk Mekah tertepis dengan
sendirinya menyaksikan amanahnya pada lelaki itu terlaksana dengan
gemilang.
Rasa empati di dalam hati Khadijah
bertransformasi, lembut, lambat dan menumbuh pelan, pasti. Rasa empati
itu semakin lama berbunga cinta. Ia merasakan perasaan manusiawi
terhadap lelaki mulia yang menjadi pekerjanya itu. Dan seperti bentuk
cinta jiwa lainnya, cinta yang dirasakannya menginginkan balasan dan
penghalalan di singgasana pernikahan.
Namun, ia masih merasakan keraguan di
dalam dirinya untuk membersamai sang lelaki mulia itu. Sebelumnya, ia
telah menikah dengan Atiq bin Aid bin Abdullah Al Makhzumi dan Abu Halah
Hindun bin Zarrah At Tamimi. Bahkan ia telah memiliki putri yang sudah
berada di usia nikah dan seorang putra lagi. Saat itu Khadijah berusia
sekitar empat puluh tahun. Selisih usianya dengan Muhammad sekitar lima
belas tahun.
Allah hadirkan Utusan Yang Menjadikan Keduanya bisa Segera Bersatu dalam Bingkai Pernikahan
Dalam kebimbangan itu, datanglah kawan
karibnya yang bernama Nafisah binti Munayyah. Ia adalah kawan Khadijah
dimana ia banyak mendengarkan keinginan-keinginan hati Khadijah. Dan
kali ini termasuk tentang rasa cintanya terhadap Muhammad dan hasrat
hatinya untuk menjadi istri dari lelaki yang dicintainya itu. Nafisah
pun mengerti. Ia menawarkan bantuannya untuk menjadi utusan rindu antara
Khadijah dan Muhammad.
Segera ditemuinya Muhammad.
Ditanyalah lelaki mulia ini alasan-alasan mengapa ia belum juga menikah.
Ia juga menjelaskan kepada Muhammad tentang keutamaan-keutamaan bagi
orang yang menikah yang didampingi seorang istri yang setia. Muhammad
muda termangu membayangkan idealisme yang dijabarkan nafisah dan realita
yang dihadapinya di masa lalu dan kini.
“Aku tidak tahu dengan apa aku dapat beristri…?” jawab Muhammad dengan pertanyaan retoris.“Jika ada seorang perempuan cantik, hartawan, dan bangsawan yang menginginkan dirimu, apakah engkau bersedia menerimanya?” tanya Nafisah balik.
Syaikh Shafiyurahman Al Mubarakfuri dalam Rahiq Al Makhtum menyebutkan
bahwa Nafisah binti Munayyah bergegas menemui Muhammad muda dan
membeberkan rahasia Khadijah tersebut dan menganjurkannya untuk menikahi
Khadijah. Muhammad pun menyetujuinya dan merundingkan hal itu dengan
paman-pamannya. Kemudian mereka mendatangi paman Khadijah untuk
melamarnya bagi Muhammad. Pernikahan pun segera berlangsung dengan
dihadiri oleh Bani Hasyim dan para pemimpin suku Mudhar. Muhammad
menyerahkan mahar sebanyak dua puluh ekor unta muda.
“Muhammad,” kata Abu Thalib, sang paman, dalam Romantika Rumah Tangga Nabi,
“Adalah seorang pemuda yang mempunyai beberapa kelebihan dan tidak ada
bandingannya di kalangan kaum Quraisy. Ia melebihi semua pemuda dalam
hal kehormatan, kemuliaan, keutamaan, dan kecerdasan. Walaupun ia bukan
termasuk orang kaya, tapi kekayaan itu dapat lenyap. Sebab setiap
titipan atau pinjaman pasti akan diminta kembali. Sesungguhnya Muhammad
mempunyai keinginan khusus terhadap Khadijah binti Khuwailid, begitu
pula sebaliknya…”
Kita tak pernah tahu kalau Khadijah hanya menunggu dilamar..
Tentu saja kisah cinta Khadijah –
Muhammad adalah kisah yang sarat dengan hikmah dan berlimpah berkah. Dua
orang mulia bertemu dalam singgasana pernikahan yang sama. Bergemuruh oleh kerja-kerja cinta di antara keduanya.
Saling melengkapi di antara keduanya. Dan kematangan serta sikap
keibuan Khadijah adalah energi gerak dan penenang jiwa tatkala sang
suami memikul amanah langit dan menyampaikan dua kalimat keadilan.
Penyiksaan psikis pun bisa dikikis oleh rasa kasih dan sayang Khadijah
pada Muhammad, Rasulullah.
Khadijah memang perempuan mulia, dan kemuliaannya itu tidak mengurangi kekuatan dirinya untuk memperjuangkan rasa cintanya. Dan cinta Khadijah – Muhammad pun mengabdi di langit jiwa sejarah manusia. Semua bermula tatkala perempuan mulia itu menyatakan dan memperjuangkan cintanya.Kita tidak tahu apa yang akan terjadi seandainya Khadijah hanya berdiam diri menunggu takdir cintanya kepada Muhammad. Bisa jadi Rasulullah tetap akan meminang Khadijah. Namun, bisa jadi hal lain yang terjadi, yakni tidak terjadi apa-apa di antara keduanya. Dan tentu ceritanya akan lain jika Khadijah tidak menikah dengan Muhammad. Namun, sejarah cukup membuktikan bahwa takdir telah diciptakan oleh Khadijah dengan mengutarakan rasa cintanya melalui kawan karibnya, dan takdir ciptaannya itu pun berjodoh dengan takdir ilahi.
Sumber: http://www.walimah.info/artikel/kisah-pernikahan-rasulullah-dan-siti-khadijah-ini-sangat-mengharukan/
Tidak ada komentar :
Posting Komentar