Bismillaahirrahmaanirrahiim……..
Cerita ini saya (penulis) tulis adalah untuk memberikan ibrah
kepada kita semua khususnya saya sendiri, bahwa penderitaan dan
kesusahahpayahan kita dalam menempuh jalan yang haq ini tidaklah seberapa,
bahkan jika kita bandingkan dengan para salafush shalih. Cerita yang saya ambil
ini adalah kisah manusia di masa ini, di mana sangat langka dan sulit ditemui
orang-orang yang memiliki ghirah yang sama sepertinya dalam menuntut ilmu
agama. Saya menuliskan cerita ini adalah berdasarkan sebuah kisah nyata, di
mana kisah tersebut saya dengar sendiri oleh salah satu sumber terpercaya yang
mengetahui kisah tersebut… Wallahu a’lam. Semoga kisah ini dapat memotivasi dan
menginspirasi kita untuk lebih dapat bersemangat dalam menuntut ilmu
syar’i…Barakallahu fikum.
Di suatu daerah terpencil, terdapat sepasang
suami istri yang sangat zuhud…. Mereka belum dikaruniai seorang putra, karena
masih dikategorikan pengantin yang masih baru. Perlu diketahui, sang suami
adalah seorang yang sangat rajin menuntut ilmu, ia adalah seseorang yang
memiliki semangat yang sangat luar biasa untuk memperoleh ilmu. Bahkan, dahulu
ketika ia ingin menikah, ia tidak mempunyai sepeser uang yang cukup untuk
meminang seorang akhawat, dan akhirnya ia menghadap kepada salah seorang ustadz
di ma’had yang saat itu ia belajar di sana, hanya untuk meminta nasihat bagaimana
ia dapat menikah. Ia sangat sadar bahwa dirinya tak tampan dan tidak mapan
dalam pekerjaan, karena hampir masa mudanya dihabiskan di ma’had. Sang ustadz
pun menghargai tekadnya dan pada akhirnya membiayai pernikahan lelaki tersebut.
Sang suami di masa mudanya adalah salah
seorang murid yang diakui kepandaiannya di ma’hadnya. Beberapa rekan dan ustadz
memujinya dalam hal keilmuannya. Suatu hari sang suami berniat ingin mendatangi
suatu daurah di luar kota. Karena ia belum memiliki pekerjaan yang tetap (masih
serabutan -pen.), maka ia dan istrinya memikirkan bagaimana caranya agar sang
suami dapat pergi untuk mendatangi daurah tersebut walau ekonomi mereka sangat
pas-pasan. Jarak yang harus ditempuh sangatlah jauh, sehingga membutuhkan biaya
yang tidak sedikit. Sedangkan penghasilan mereka untuk makan sehari-hari saja
masih belum cukup. Sang suami bukanlah seorang yang malas dalam mencari nafkah,
namun qadarallah…. Allah telah menetapkan rezekinya hanya sedemikian. Walau
demikian, ia tetap bersemangat dalam menjalani hidupnya.
Suatu hari, istrinya yang walhamdulillah
sangat qana’ah dan juga zuhud, berinisiatif membongkar tabungan yang beberapa
bulan ia kumpulkan di kotak penyimpanannya. Qaddarallah…..uang yang terkumpul
hanya Rp 10.000,-. Bayangkan wahai pembaca -bahkan, mata ini ingin menangis
ketika saya mengetik kisah ini- dalam sehari, kita bisa memegang uang puluhan
ribu, ratusan ribu, bahkan mungkin hingga ada yang mencapai nominal jutaan.
Dengan keistiqamahan dan kezuhudan, sang istri tidak pernah mengeluh untuk
mengumpulkan 100 perak (Rp 100,-) setiap keuntungan yang diperoleh suaminya
yang tidak setiap hari ia dapatkan.
Sang istri segera mengumpulkan uang tersebut
dan berinisiatif untuk membuatkan bekal arem-arem (bahasa Jawa), yaitu sejenis
nasi kepal yang dibungkus daun pisang untuk bekal perjalanan suaminya. Hanya
itu yang dapat sang istri berikan kepada suaminya sebagai wujud cinta dan kasih
sayangnya. Sang suami pun kemudian berangkat dengan membawa bekal dan doa dari
istrinya untuk menuntut ilmu. Ia pergi dengan berjalan kaki!! Yah, hanya
berjalan kaki untuk menepuh jarak puluhan kilometer!!! (Wallahua’lam). Karena,
ia tak membawa uang sepeserpun untuk bepergian, hanya beberapa buah arem-arem
dan pakaian yang melekat di badannya yang ia bawa ke luar kota. Subhanallah…..
Perjalanan ia tempuh tiga hari tiga malam
dengan kedua kakinya tanpa kendaraan satupun. Akhirnya, ia pun sampai di tempat
daurah dilaksanakan, hanya dengan berjalan kaki dan berteduh di tempat seadanya
selama perjalanan.
Dauroh akhirnya dimulai. Selama daurah, ia
sangat antusias untuk mengambil ilmu yang diterimanya, ia mengambil shaf paling
depan dan dekat dengan ustadz pemateri. Namun beberapa saat kemudian, ia
mendapat teguran oleh seseorang di sampingnya, karena setiap beberapa menit ia
selalu meluruskan kakinya ketika materi berlangsung. Hal itu tidak ia lakukan
sekali-dua kali, namun hingga beberapa kali, hingga akhirnya orang di
sampingnya pun menegurnya karena menganggapnya tidak sopan. Hal itu ia lakukan
(meluruskan kaki ke depan -ed.),
karena kakinya terasa pegal (sebab -ed.) selama tiga hari tiga malam berjalan kaki. Masya Allah!
karena kakinya terasa pegal (sebab -ed.) selama tiga hari tiga malam berjalan kaki. Masya Allah!
Saat istirahat pun tiba. Ia berkumpul dengan
ikhwan-ikhwan lain di dapur untuk membantu berbenah. Ia pun akhirnya
menceritakan kisah tiga hari tiga malamnya itu kepada salah seorang ikhwan di
tempat tersebut dan seketika membuat tercengang orang-orang yang mendengarnya.
Akhirnya, cerita itu sampai ke telinga ustadz pemateri daurah…Ustadz pun
tercengang dengan kisah itu! Akhirnya, ustadz beserta ikhwan-ikhwan
mengumpulkan dana sukarela untuk memberikan sumbangan kepadanya dan terkumpulah
uang Rp 300.000,- sebagai dana bantuan
untuk kepulangannya.
untuk kepulangannya.
Subhanallah, sebuah kisah yang mungkin sempat
kita ragukan kebenarannya, tapi Insya Allah ini kisah nyata. Semoga kita dapat
mengambil ibrah (pelajaran -ed.) dari kisah ini. Terakhir, mari kita simak
hadits berikut ini, “Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu agama,
pasti Allah membuat mudah baginya jalan menuju surga.” (H.R. Muslim).
Yahya bin Abi Katsir rahimahullahu ta’ala
berkata, “Ilmu tidak akan diperoleh dengan tubuh yang dimanjakan (dengan
santai/tidak bersungguh-sungguh).” (Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil Barr dalam
Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi I/385, no. 554)
Semoga cerita ini dapat menjadi pelajaran yang
berharga bagi kita semua terkhususnya saya sebagai penulis. Wallahu a’lam
bishawab….
NB: Jika ada kekurangan penulisan maupun
kekurangtepatan alur cerita dalam kisah ini, semua kesalahan dari penulis
semata dan mohon untuk dimaklumi karena keterbatasan ingatan dan lain
sebagaianya, karena kebenaran semuanya dari Allah ‘Azza wa Jalla semata.
Barakallahu fikum
(Menuntut Ilmu Dien (Syar’ie)’s blog)
Yogyakarta, 9 Juni 2011
Sumber: Sebuah kisah nyata yang dikirimkan kepada redaksi.
Artikel www.salafiyunpad.wordpress.com dengan sedikit penyuntingan bahasa oleh redaksi
Artikel www.salafiyunpad.wordpress.com dengan sedikit penyuntingan bahasa oleh redaksi
Tidak ada komentar :
Posting Komentar